1. Functional Orientation, yakni strategi
periklanan yang berorientasi pada kebutuhan konsumen untuk manfaat
kongkret/fisik/tangible dari suatu produk/jasa yang diiklankan. Bentuk strategi
periklanan yang dilakukan adalah Unique Selling Proposition (pernyataan
penjualan yang unik). Shimp (2003) menyatakan :”…..with the Unique Selling
Proposition (USP) advertiser make a superiority claim based on unique product
attribute that represents a meaningful, distinctive consumer benefit” artinya
dengan pernyataan penjualan yang unik pengiklan mengklaim keunggulan mereknya
atas atribut produk yang memberikan arti dan manfaat berbeda bagi konsumen.
Strategi ini dikembangkan oleh Rosser Revess, (1990) yang menyatakan bahwa
strategi ini sangat cocok dilakukan oleh perusahaan dengan produk yang memiliki
manfaat fisik yang menjadi keunggulan kompetitifnya, dan tidak mudah ditiru
oleh pesaingnya. Contoh dalam periklanan di Indonesia, periklanan pasta gigi
Sensodyn menerapkan strategi ini. Sensodyn merupakan pasta gigi yang
diformulasikan khusus untuk perawatan gigi yang sensitif. Dalam iklan tersebut
Sensodyn menggunakan keunikan manfaat fisik yang tidak dimiliki oleh pasta gigi
merek lain, yakni secara khusus diformulasikan untuk gigi yang sensitif, sedang
pasta gigi lain umumnya didesain untuk memutihkan gigi, mencegah gigi berlubang
atau mencegah plak maupun keropos gigi.
2.
Symbolic Experiential Orientation adalah
kelompok strategi periklanan yang lebih berorientasi pada simbol/pengalaman dan
kebutuhan psikososial lainnya, misalnya yang berorientasi pada pembentukan:
a. Brand
Image Strategy. Strategi ini berusaha membangun image (citra) dan identitas
merek kemudian menghubungkannya dengan suatu symbol tertentu. Strategi ini
dipopulerkan oleh David Ogilvy (1962). Strategi ini sangat cocok dilakukan oleh
merek-merek yang bersaing pada produk yang relatif homogen, memiliki perbedaan
fisik relatif kecil. Misal pada kategori produk soft drink, sabun maupun blue
jeans. Lux menggunakan pendekatan ini. Serial iklan sabun Lux secara konsisten
menampilkan seorang wanita cantik sebagai ikon produk tersebut. Wanita cantik
disimbolkan sebagai kelembutan, kecantikan, kehalusan dan berkepribadian. Maka
dengan melekatkan brand image “cantik secantik bintang film” pada sabun Lux,
produsen tersebut mungkin berharap bahwa brand image (citra) Lux yang tertanam
di benak audiens konsumen adalah bahwa Lux adalah sabunnya wanita yang memiliki
kecantikan, kehalusan dan berkepribadian, atau juga bahwa para wanita yang
ingin secantik bintang film seharusnya sabunnya Lux.
b. Resonance
Strategy. Shimp (2003) menyatakan:“resonant advertising rather seek to present
circumstance or situation that find counterpart in the real or imagined
experiences of the target audience”. Artinya strategi resonansi mencoba untuk
menghadirkan situasi atau keadaan yang ada dalam kenyataan ataupun khayalan
bawah sadar seseorang. Semantara itu, Parente (2002) juga menyatakan bahwa
strategi resonansi berusaha membangkitkan kesan pengalaman seorang audien akan
makna yang relevan/signifikan terhadap keberadaan suatu merek produk tertentu.
Sekedar contoh, kampanye periklanan “the always Coca Cola” sudah berjalan
beberapa tahun. Ketika pertama kali iklan itu dilaksanakan (1992) di Amerika,
hanya sedikit masyarakat yang berhasil terpengaruh oleh eksposur iklan ini.
Dengan terus menggaungkan dua kata pendek tersebut (always Coca Cola), beberapa
tahun kemudian dua kata tersebut menjadi frase, slogan idiom yang sangat akrab
ditelinga audiens dan lebih kaya makna. Hasilnya adalah kini orang akan selalu
mengkaitkan produk Coca Cola dengan perasaan positif atau gembira. Untuk
sebagian orang Coca Cola dianggap memberi manfaat, dan bagi yang lainnya Coca
Cola adalah minuman yang menyenangkan.
c. Emotional
Strategy. Strategi ini berusaha menjangkau audiens secara lebih mendalam
melalui sentuhan emosional yang baik, harapan ataupun kegairahan. Pada dasarnya
pembelian suatu merek seringkali terjadi karena dorongan faktor emosional. Daya
tarik emosional ini akan sangat sukses bila digunakan pada produk yang tepat
yakni untuk produk fashion, permata, kosmetik, kesehatan. Sebagai contoh iklan
Sido Muncul yang menggunakan artis/tokoh, tokoh pintar (smart endoser) seperti
Subronto Laras, Ikang Fauzi, Anna Maria,untuk mengiklankan produk Tolak Angin.
”Orang pintar Minum Tolak Angin”. Palupi (2014) menyatakan bahwa iklan ini
dapat dikategorikan menggunakan daya tarik emosional. Pertama dengan slogan
”Orang pintar Minum Tolak Angin”, Sidomuncul berusaha memancing emosi pemirsa,
agar orang-orang yang merasa termasuk golongan orang pintar atau ingin menjadi orang
pintar dan sehat, tertarik mengkomsumsi produk tersebut. Kedua, penggunaan
tokoh-tokoh pintar diharapkan mampu menjadi daya tarik emosional tersendiri
sekaligus menjadi brand personality produk tersebut
3.
Categori Dominance Orientation.
Kreatifitas kelompok periklanan ini adalah berorientasi untuk mencapai dominasi
sebuah merek atas pesaing pada kategori produk yang sama.
a. Generic
Stategy. Dalam strategi ini pengiklan tidak menyerukan perbedaan unik mereknya,
ataupun mengklaim keunggulan mereknya dibandingkan merek pesaing, namun
pengiklan membuat satu klaim yang tuntutannya bersifat generic (umum). Strategi
ini sangat cocok untuk suatu merek yang telah mendominasi pasar. Sebagai
gambaran seperti yang dilakukan oleh Campbells. Campbells mendominasi pasar sup
siap saji di Amerika Serikat, dengan pangsa pasar hampir 70 % dari seluruh
produk sup kalengan yang ada di pasaran. Sejak itu (awal 1990an), mereka
menyadari bahwa sebenarnya mereka masih dapat meningkatkan pangsa pasarnya
(market share) dengan kampanye periklanan yang memuji kebaikan makan sup dengan
menyatakan “Soup is Good Food“, tanpa menyatakan orang untuk membeli sup
kalengan dari Campbells.
b. Preemtive
Strategy. Kreatifitas kelompok periklanan ini adalah untuk menunjukkan
keunggulan sebuah merek dalam suatu kategori produk tertentu. Bisa jadi merek
pesaing juga memiliki manfaat dan atribut yang mirip dengan produk/jasa, namun
mereka tidak mengkampanyekan manfaat atau atribut tersebut, maka pengiklan
dapat mendahuluinya (preemptive) dengan menjadi “pihak yang pertama kali “ beriklan
dengan klaim manfaat dan atribut kunci yang menonjol tersebut. Sebagai
gambaran, produsen obat Visine yang beriklan “get the red out” (menghilangkan
mata merah). Semua obat mata didesain untuk menyembuhkan mata merah, namun
dengan membuat klaim tersebut pada kesempatan pertama adalah Visine yang telah
membuat sebuah statement cerdas dan strategis yang mengarahkan konsumen untuk
mengasosiasikan produk penghilang merah mata hanya pada merek Visine, bukan
pada merek obat mata yang lain. Di samping itu secara legal dan etika klaim
tersebut nantinya sudah tak boleh digunakan lagi oleh merek produk obat mata
lainnya.
Dalam praktek tidak ada
sebuah strategi yang pelaksanaannya murni. Ke enam strategi tersebut tidak
bersifat mutually exlusif. Sadar ataupun tidak, seorang pengiklan kadang
melakukan dua atau lebih strategi periklanan di atas secara simultan.
Batra, Rajeev and Michael
Ray (1996) membedakan periklan menjadi empat jenis, yaitu :
1.
Product advertising. Iklan ini berisi
informasi produk salah satu perusahaan, yang sering dibedakan menjadi : #
Direct action advertising, yaitu iklan produk yang didesain sedemikian rupa
untuk mendorong tanggapan segera dari khalayak atau pemirsa # Indirect action
advertising, yaitu iklan produk yang didesain untuk menumbuhkan permintaan
dalam jangka panjang.
2.
Institusional advertising. Iklan yang
didesain untuk member informasi tentang usaha bisnis pemilik iklan dan mebnagun
goodwill serta image positif bagi organisasi. Institutional advertising terdiri
atas :
Patronage
advertising, yakni iklan yang menginfomasikan usaha bisnis. # Iklan layanan
masyarakat (public service advertising). Iklan layanan masyarakat non
komersial, tidak bersifat keagamaan, non politik, berwawasan nasional, dapat
diterima seluruh lapisan masyarakat, dan mempunyai dampak serta kepetingan yang
tinggi.
3.
Pull Demand Advertising adalah periklanan
yang ditujukan kepada pembeli akhir agar permintaan produk bersangkutan
meningkat. Biasanya produsen menyarankan kepada para konsumen untuk membeli
produknya ke penjual terdekat. Full demand advertising juga disebut customer
advertising.
4.
Push Demand Advertising adalah periklanan
yang ditujukan kepada para penyalur. Maksudnya agar para penyalur bersedia
meningkatkan permintaan produk bersangkutandengan menjual sebanyak-banyaknya
kepada pembeli atau pengecer. Barang yang diilkankan biasanya berupa barang
industrial. Push Demand Advertising juga disebut trade advertising.
Comments
Post a Comment