1.
USP Strategy (Strategi Tawaran Keunikan)
Konsep strategi USP ini dikembangkan oleh Rosse Reeves dari “The Ted Bates Agency”
dalam bukunya “Reality in Advertising” menggambarkan ada 3 karakter dalam
konsep strategi USP yakni :
a.
Setiap iklan harus mampu membuat suatu
usulan keunikan produk, bukan sekedar permainan kata-kata, tidak hanya
keindahan, tetapi suatu pernyataan pada sasaran, yang mengandung makna “lakukan
apa yang kami katakan, pasti Anda akan memperoleh keuntungannya.”
b.
Usulan tersebut hendaknya merupakan suatu
yang tidak dilakukan oleh pihak lain (saingan), merupakan sesuatu yang
nyata-nyata unik, baik berupa kelebihan produk, ataupun suatu bentuk pernyataan
(claim) produk tersebut.
c.
Usulan tersebut juga harus kuat dan mampu
menggerakkan banyak orang, agar memperoleh dukungan kuat dari pada pengguna,
khususnya penggunaan baru produk yang ditawarkan.
Suatu
yang penting dalam strategi USP ini, dikenal adanya konsep “Ide Penjualan
Utama” (The Major Selling Idea). Yakni bagaimana mendapatkan suatu keunikan
produk, keuntungan dan kelebihan yang ada untuk dimanfaatkan sebagai ‘claim’
tersebut. Strategi ini juga dikenal sebagai strategi “Hard Selling.”
2.
Image Strategy (Strategi Pembentukan
Citra) Adakalanya Perusahaan tidak menemukan kelebihan atau keunikan yang ada
pada suatu produk, gagasan atau jasa, sehingga sulit menentukan ‘janji
penjualan’ seperti dalam strategi USP. Banyak produk sejenis yang dipromosikan,
susah membedakan satu dengan lainnya. Untuk itu perlu dikembangkan suatu
strategi kreatif, yang didasari pada pengembangan kekuatan dan identitas produk
agar mudah diingat dan mempunyai makna tertentu. Strategi ini disebut sebagai
strategi pembentukan citra (Image Strategy). David Ogilvy pakar periklanan yang
dianggap sebagai pelopor dalam “Image Advertising” memberikan catatan bahwa
setiap iklan agar dipikirkan adanya suatu symbol tertentu berupa citra produk
atau personalitas produk. Citra tersebut hendaknya memberikan penampilan
berbeda dan tajam dari produk-produk sejenis, sebagai bagian penting dalam
mencapai keberhasilan program pemasaran suatu produk.
3.
Inherent Drama Strategy (Strategi Drama)
Strategi lain yang juga dimanfaatkan janji penjualan dari kelebihan produk,
adalah melalui penonjolan sifat-sifat karakteristik atau kelebihan produk
secara dramatis. Penonjolan secara dramatis tersebut akan mampu menggerakkan
sasaran untuk menggunakan produk tersebut. Aliran dramatis ini dipelopori oleh
Leo Burnett, pendiri ‘Leo Burnet Advertising’ di Chicago. Burnett memberikan
gambaran bahwa strategi dramatis ini sering sulit diciptakan, tetapi pasti
selalu ada. Apabila ditemukan, strategi ini sangat menarik dan lebih dipercaya,
dari berbagai strategi lainnya. Burnett berpendapat seharusnya pesan iklan
didasari pada keuntungan-keuntungan suatu produk yang dapt diperoleh sasaran,
melalui penonjolan secara dramatis elemen-eleme tersebut.
4.
Positioning Strategy (Strategi
Positioning) Konsep pengembangan strategi pesan yang disebut “positioning” ini
diperkenalkan oleh Jack Trout dan Al Ries pada awal tahun 1970-an, dalam
bukunya “Positioning, The Battle for Your Mind”. Positioning menjadi popular
dan menjadi salah satu konsep dasar pengembangan kreatif periklanan. Ide dasar
positioning adalah upaya menempatkan kemapanan atau posisi tertentu suatu
produk (merek) dalam benak pikiran konsumen. Trout dan Ries menggambarkan bahwa
positioning merupakan suatu ‘citra” yang terbentuk dalam pikiran konsumen, yang
dikaitkan dengan suatu produk/jasa atau merek tertentu, dan dalam kaitannya
dengan citra dari produk saingan. Selanjutnya konsep positioning berkembang
tidak sekedar dari factor persaingan saja. Positioning lebih luas dapat
diterapkan berdasarkan atribut harga, kualitas produk, penerapan penggunaan,
beda kategori produk, segmentasi sasaran, symbol budaya, disamping berdasarkan
kompetisi. Strategi-strategi di atas sangat popular dan sering dimanfaatkan
sebagai dasar pengembangan strategi kreatif atau strategi pesan periklanan
dalam suatu program kampanye atau promosi.
Cara
Menemukan ide kreatif dapat dilakukan dengan menjalankan beberapa tahap berikut
ini:
a. Convention
dilakukan dengan menganalisis ide iklan suatu produk di kategori yang sama. Di
tahapan ini harus berfikir inside the box, karena sebelum berfikir outside the
box sebelumnya harus mengetahui seperti apa inside-nya yang baru baru kemudian
mencari outside-nya.
b. Disturbtion
merupakan tahap selanjutnya baru berfikir out side the box, mencari sesuatu
yang di luar kebiasaan. Selanjutnya dibuat daftar ide sebanyakbanyaknya. Di
bagian ini muncul istilah Inkubasi: bagian dari ‘stress’, hang. Di sini harus
keluar dari masalah (refreshing) asal jangan terlalu berlama-lama.
c. Selain
itu juga melakukan diskusikan dengan rekan kerja atau teman ‘Brainstorming’.
Bagian iluminasi adalah tahap “AHA!” Atau “EUREKA!” dimana sebuah ide timbul
dan memberikan semangat untuk melaksanakan ide tersebut.
d. Tahap
terakhir adalah kembali ke visi iklan (brief yang di buat) yaitu dari daftar
ide yang ditemukan, mana yang relevan dengan visi iklan dan sesuai brief di
awal.
Setelah strategi pesan
ditentukan maka selanjutnya adalah menciptakan sesuatu secara kreatif,
maksudnya adalah bagaimana cara menyampaikan sebuah pesan yang telah ditentukan
dengan gaya yang berbeda sehingga dapat menarik perhatian sasaran. Gaya juga
berfungsi sebagai pemicu ingatan, pemancing untuk membuat orang ingat kembali.
Secara otomatis gaya merupakan asosiasi terhadap identitas merek (Sutherland
& Alice K, 2005). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat
perumusan kreatifitas iklan (Durianto, dkk, 2003):
a.
Directed Creativity. Kreatifitas yang
dibuat harus sesuai dengan What to say yang telah ditentukan. What to say ini
adalah inti pesan yang ingin disampaikan kepada sasaran, tertuang dalam
strategi kreatif dalam bentuk Creative Brief yang dibuat oleh tim kreatif.
b.
Brand Name Exposure yang terdiri dari
individual brand name dan company brand name. Brand Name Exposure dianggap
sangat penting karena bertujuan untuk mendapatkan brand awareness.
c.
Positive Uniqueness. Iklan yang efektif
harus mampu menciptakan asosiasi yang positif. Pertama-tama iklan harus
efektif, setelah itu iklan harus kreatif. Iklan akan menjadi sia-sia, jika
hanya sekedar kreatif tapi tidak efektif dan malah menimbulkan asosiasi yang
salah di benak sasaran. Pesan yang mudah diingat dengan baik adalah yang berkaitan
dengan asosiasi indra (visual), konteks emosional (cinta, kebahagiaan dan
keadilan), kualitas yang menonjol atau berbeda, asosiasi yang intens, dan
hal-hal yang memiliki keutamaan pribadi yang mendalam (Suyanto, 2004).
d.
Selectivity. Berkaitan dengan pesan yang
disampaikan kepada sasaran dan endoser sebagai pembawa pesan dari iklan
tersebut. Menimbulkan kepercayaan yang lebih mengacu pada keyakinan penerima
pesan bahwa sumber pesan akan memberikan informasi yang valid. Selebritas lebih
bisa dipercaya dibandingkan dengan non selebritas secara signifikan. Selebritas
adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena
prestasinya di dalam berbagai bidang yang berbeda dari golongan produk/jasa
yang didukung.
Comments
Post a Comment